Si Kancil, Pak Tani dan Hutan Yang Gundul
Penulis: Hesti Edityo | Editor: Afandi, Edi Kusumawati
Fiko adalah seekor anak kelinci manis yang lucu. Bulunya putih dan hitam
di bagian punggungnya. Giginya putih dan besar menyembul keluar dari
mulutnya. Ekornya bundar lucu dengan bulu berwarna kecoklatan. Tapi Fiko
tak suka pada telinganya. Menurutnya, telinganya terlalu panjang. Dia
baru saja pindah ke sebuah hutan.
Suatu hari, Fiko berjalan-jalan. Tiba-tiba dilihatnya seekor binatang
aneh yang berleher panjang sedang berjalan ke arahnya. Fiko menatap
binatang yang menjulang tinggi itu.
"Wowwww... Siapa kamu?" tanyanya keheranan.
"Halo, kelinci manis. Aku Jappi Jerapah. Kalau kamu?"
"Aku Fiko Kelinci."
"Kamu mau kemana, Fiko?" tanya Jappi lagi.
"Ah, cuma berjalan-jalan saja. Aku sedang menghibur diri, karena aku sedih," jawab Fiko.
"Kenapa kamu bersedih?"
"Coba lihat telingaku. Panjang sekali kan? Jelek sekali. Aku tidak
suka," jawab Fiko. "Tapi, kulihat lehermu juga panjang sekali, Jappi."
"Iya. Leherku yang panjang ini berguna agar aku bisa mencapai daun-daun
yang masih muda di pohon-pohon tinggi yang menjadi makanan kesukaanku.
Dengan leherku yang panjang ini juga, aku bisa melihat sampai
jauuuuuuuuuuh sekali," ujar Jappi sambil tersenyum.
Kemudian, tampaklah seekor gajah besar berjalan ke arah mereka.
"Hai, Ellie! Kemarilah!" panggil Jappi.
Gajah yang dipanggil Ellie itu mendekat.
"Kenalkan, ini teman baru kita. Namanya Fiko, dan dia sedang bersedih," kata Jappi.
"Lho, mengapa bersedih, Fiko?" tanya Ellie.
"Telingaku terlalu panjang, Ellie. Aku tak suka telinga yang panjang," jawab Fiko pelan.
"Kamu tak perlu sedih, Fiko. Coba lihat hidungku. Panjang juga, bukan?
Tapi aku menyukainya. Dengan hidung ini, aku bisa mengambil makanan dan
air dengan mudah."
"Hei, itu ada Kiko Kanguru!" kata Jappi.
Fiko lebih terheran-heran lagi melihat telapak kaki Kiko yang panjang sekali. "Wah, lihat kakimu. Panjang sekali telapaknya."
"Iya. Hihihi.. dengan telapak ini, aku bisa melompat jauh dan tinggi. Bagus ya kakiku," jawab Kiko dengan bangga.
Fiko memperhatikan ketiga kawan barunya. "Jadi kalian suka ya sama leher, hidung dan telapak kaki yang panjang begitu?"
"Masing-masing punya kegunaan sendiri-sendiri, Fiko. Kita tidak boleh
bersedih atau mengeluh, karena Tuhan pasti menciptakannya untuk kebaikan
kita," jawab Ellie dengan bijak.
Tiba-tiba Fiko menangkap suara di kejauhan. Fiko mengenali suara itu.
Segera dia berkata pada teman-teman barunya, "Teman-teman, ayo lekas
bersembunyi!! Aku mendengar suara langkah pemburu!"
Mereka terkejut lalu segera bersembunyi di sebuah gua di hutan itu.
"Fiko, aku tak mendengar suara apapun," bisik Kiko.
"Sssttt!" desis Jappi. "Aku melihatnya sekarang."
Sesaat kemudian, mereka melihat seorang pemburu yang memegang senapan
berjalan melintas di depan gua tempat mereka bersembunyi. Mereka melihat
pemburu itu mondar mandir beberapa kali. Tegang sekali!
Tapi tak lama, karena tak menemukan satu binatang pun di situ, pemburu itu pergi meninggalkan tempat itu.
Mereka keluar dari gua dengan perasaan yang sangat lega.
"Hore!!" sorak Kiko.
"Terima kasih, Fiko, atas peringatanmu," kata Ellie.
"Wah, telingamu ternyata tajam sekali ya Fiko," kata Jappi sambil tersenyum.
Fiko tertawa gembira. "Iya ya. Hahahaha... ternyata cuma aku ya yang
mendengar pemburu itu datang. Aku sekarang tidak sedih lagi. Aku suka
telingaku!"
Fiko pun pulang ke rumahnya dengan senang. Dia bernyanyi sambil mengucap syukur kepada Tuhan atas telinganya yang panjang.
Comments
Post a Comment